AA

Jumat, 25 Maret 2011

Mungkinkah Gerakan Pramuka, Benteng Terakhir NKRI? Sebuah Refleksi Menyongsong Hari Pramuka Ke-48 dan HUT RI Ke-64 Tahun 2009 Oleh : Ahmad Tijani, S.Pd*.

Tidak ada suatu bangsa yang menjadi bangsa yang jaya, tanpa cobaan maupun ujian terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Upaya memecah-belah persatuan bangsa Indonesia telah beberapa kali terjadi, namun semua kita berhasil mengatasi. Krisis demi krisis telah datang silih berganti dalam perjalanan sejarah kita, namun semua itu dapat kita selesaikan. Kita meyakini, bahwa susunan dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah pilihan tepat dan final. Atas ketetapan dan pilihan kita itu, kita harus terus membangun negara, menuju keadaan yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera, yang menjadi cita-cita dan tujuan kemerdekaan bangsa kita. Kemiskinan dan keterbelakangan harus kita perangi, tidak cukup hanya bergantung pada Pemerintah saja, melainkan semua elemen bangsa secara bersama mestinya memiliki kepedulian terhadap bangsa dan negara kita. Sebagai refleksi kesejarahan di hari peringatan kemerdekaan ke 63 tahun ini, kita semua patut menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan yangsetinggi-tingginya, kepada semua pejuang dan pahlawan bangsa, yang telah mendharmabaktikan hidupnya, bahkan jiwa dan raganya, untuk mencapai, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Erat kaitannya dengan upaya untuk mempertahankan kedaulatan negara dari setiap gangguan dan ancaman, dan tidak punya pilihan lain, kecuali membangun pertahanan negara kita. Bersyukurlah bahwa sepanjang sejarah berdirinya negara kita, TNI yang selalu siap sedia dan berada di barisan terdepan dalam mempertahankan kedaulatan negara sebagai NKRI. TNI tengah melakukan upaya untuk memperkuat dan sekaligus meningkatkan kemampuannya, baik organisasi, profesionalitas personil maupun persenjataannya. Fokus perhatian pertahanan negara yakni diarahkan untuk menjaga kawasan perbatasan laut dan darat, terutama pulau- pulau terluar dan terdepan, termasuk membangun pos-pos pengamanan. Demikian pula, POLRI sebagai penjaga keamanaan akan terus menghadapi tantangan yang tidak ringan dalam menanggulangi berbagai bentuk dan jenis kejahatan. Kejahatan yang harus diberantas, bukan saja yang bersifat trans-nasional seperti kejahatan narkotika, terorisme, pencucian uang dan perdagangan manusia, tetapi juga berbagai kejahatan konvensional yang mengganggu ketenteraman masyarakat, seperti pembuhunan, perjudian, penodongan, pencurian dan perampokan. Persoalan lain dalam penegakan hukum yang terus menjadi perhatian Pemerintah, adalah peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika serta obat-obat berbahaya, atau kejahatan narkoba. Kejahatan narkoba tetap menjadi ancaman, bagi kelangsungan hidup generasi bangsa di masa depan. Meskipun perang terhadap kejahatan narkoba telah dilakukan tanpa henti, tetapi aksi-aksi kejahatan tersebut masih terus berkembang. Beberapa kali POLRI telah berhasil membongkar sejumlah pabrik yang memproduksi narkotika dan obat-obat berbahaya lainnya dalam jumlah yang sangat besar. Kita patut bersyukur, bahwa kemampuan POLRI dalam menangkal dan menanggulangi ancaman keamanan dan ketertiban masyarakat, telah jauh meningkat. Setahap demi setahap, citra POLRI sebagai aparatur penegak hukum dan pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, semakin membaik. Dalam era demokratisasi dewasa ini, kita sering dihadapkan dalam persoalan kemasyarakatan yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan cara mudah, tetapi sebaliknya justru yang timbul akan memicu persoalan yang lebih meluas. Ambil saja contoh peristiwa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Gubernur dan Bupati/Walikota. Seringkali terjadi pendukung calon yang kalah tidak menerima kekalahan calon yang dijagokan, kemudian melakukan protes ketidak-puasan yang berlanjut dengan tindakan anarkis. Dengan anarkis, banyak timbul kerugian baik bagi masyarakat maupun pemerintah daerahnya. Penulis berfikir apakah karena faktor sejarah yang menjadikan masyarakat kita menjadi anarkis. Tengok saja sejak zaman Ken Arok dan Ken Dedes, pergantian kepemimpinan pada era Orde Baru ke Orde Lama, dan begitupula saat kita memasuki Orde Reformasi satu dasawarsa yang lalu hingga sekarang banyak persoalan yang diselesaikan dengan cara kekerasan. Barangkali lirik lagu kebangsaan kita yang tertulis tanah tumpah darahku perlu kita revisi menjadi tanah damai makmurku? Sehingga masyarakat kita akan terbiasa dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara damai. Tumbuh kembang partai politik (parpol) di negeri kita sangat menggembirakan karena aspirasi masyarakat terwadahi, dan yang tercatat mengikuti Pemilu 2009 sebanyak 34 parpol. Tetapi ancaman terjadinya gesekan antar anggota dan pendukung parpol pada saat kampanye pemilu relatif kecil.


dikutip dari:
www.scrib.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar